Hari ini, 9 tahun lalu, gempa bawah laut berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera Utara, Indonesia. Seluruh Bumi pun bergetar hebat.
Lalu yang kemudian adalah bencana. Gelombang raksasa muncul setinggi 30 meter, menghantam Aceh, Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan pesisir timur Afrika. Jutaan liter air laut tumpah ke daratan. Lebih dari 230 ribu nyawa melayang atau dinyatakan hilang. Menjadi salah satu bencana terdahsyat di Abad ke-21.
Kedahsyatan dampak tsunami Aceh dan Samudera Hindia saat itu juga bisa disaksikan dari luar angkasa. Termasuk awak Expedition 10 yang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional.
Seperti dimuat situs Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), kerusakan di pesisir Sumatera terlihat jelas dari luar Bumi.
Kerusakan juga terekam di Phuket, Thailand, di mana cucu Raja Thailand Raja Bhumibol Adulyadej, Bhumi Jensen menjadi salah satu korbannya.
Kerusakan juga terekam di Phuket, Thailand, di mana cucu Raja Thailand Raja Bhumibol Adulyadej, Bhumi Jensen menjadi salah satu korbannya.
Sementara, pesisir pantai Pulau Simeulue tak terjadi kerusakan fatal. Kendati letaknya berupa pulau dikelilingi oleh lautan, saat terjadi amuk tsunami, kematian di Simeulue relatif minim. Salah satu faktor, masyarakat di sana memiliki kearifan lokal.
Tsunami dalam masyarakat Simeulue disebut dengan
smong, yakni peristiwa air laut surut setelah terjadi gempa. Saat mengalami kejadian seperti ini, masyarakat seluruhnya lari ke bagian wilayah yang lebih tinggi.